Pertanian
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
|
Pertanian |
Umum |
|
Sejarah |
|
Tipe |
|
|
|
Gambaran klasik pertanian di Indonesia
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan
sumber daya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan
pangan, bahan baku
industri, atau sumber
energi, serta untuk mengelola
lingkungan hidupnya.
[1] Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang sebagai
budidaya tanaman atau bercocok tanam (
bahasa Inggris:
crop cultivation) serta pembesaran
hewan ternak (
raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan
mikroorganisme dan bio
enzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan
keju dan
tempe, atau sekedar
ekstraksi semata, seperti penangkapan
ikan atau eksploitasi
hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam
bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4%
dari
PDB dunia. Sejarah
Indonesia
sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor
pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang
sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi
dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data
BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan
lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Kelompok ilmu-
ilmu pertanian
mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Karena
pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung,
seperti
ilmu tanah,
meteorologi,
teknik pertanian,
biokimia, dan
statistika juga dipelajari dalam pertanian.
Usaha tani (
farming)
adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan
yang dilakukan dalam budidaya. "Petani" adalah sebutan bagi mereka yang
menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau
"petani ikan". Pelaku budidaya
hewan ternak (
livestock) secara khusus disebut sebagai
peternak.
Cakupan pertanian
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk
tanaman,
hewan, dan
mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian diartikan sebagai kegiatan pembudidayaan
tanaman.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu.
Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya
pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (
hutan).
Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua
vertebrata kecuali
ikan dan
amfibia) atau
serangga (misalnya
lebah).
Perikanan
memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua
non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai
subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan
keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan
aspek-aspek
konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan
ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan
benih/
bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan
pemasaran.
Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan
efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan
pertanian intensif (
intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai
agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai
intensifikasi. Karena
pertanian industri selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.
Sisi pertanian industrial yang memperhatikan lingkungannya adalah
pertanian berkelanjutan (
sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti
pertanian organik atau
permakultur,
memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan
pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya.
Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih
rendah daripada pertanian industrial.
Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari
kedua kutub "ideologi" pertanian yang disebutkan di atas. Selain
keduanya, dikenal pula bentuk
pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk
pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu
melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko
yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian
melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan
memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam
proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya
alga,
hidroponik) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.
Sejarah singkat pertanian dunia
Daerah "
bulan sabit yang subur" di Timur Tengah. Di tempat ini ditemukan bukti-bukti awal pertanian, seperti biji-bijian dan alat-alat pengolahnya.
Domestikasi anjing
diduga telah dilakukan bahkan pada saat manusia belum mengenal budidaya
(masyarakat berburu dan peramu) dan merupakan kegiatan pemeliharaan dan
pembudidayaan hewan yang pertama kali. Selain itu, praktik pemanfaatan
hutan sebagai sumber bahan pangan diketahui sebagai
agroekosistem yang tertua.
[2]
Pemanfaatan hutan sebagai kebun diawali dengan kebudayaan berbasis
hutan di sekitar sungai. Secara bertahap manusia mengidentifikasi
pepohonan dan semak yang bermanfaat. Hingga akhirnya
seleksi buatan oleh manusia terjadi dengan menyingkirkan spesies dan varietas yang buruk dan memilih yang baik.
[3]
Kegiatan pertanian (budidaya tanaman dan ternak) merupakan salah satu
kegiatan yang paling awal dikenal peradaban manusia dan mengubah total
bentuk
kebudayaan.
Para ahli prasejarah umumnya bersepakat bahwa pertanian pertama kali
berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di daerah
"bulan sabit yang subur" di
Timur Tengah, yang meliputi daerah lembah
Sungai Tigris dan
Eufrat terus memanjang ke barat hingga daerah
Suriah dan
Yordania sekarang. Bukti-bukti yang pertama kali dijumpai menunjukkan adanya budidaya tanaman biji-bijian (
serealia, terutama
gandum kuna seperti
emmer) dan
polong-polongan di daerah tersebut. Pada saat itu, 2000 tahun setelah berakhirnya
Zaman Es terakhir di era
Pleistosen,
di dearah ini banyak dijumpai hutan dan padang yang sangat cocok bagi
mulainya pertanian. Pertanian telah dikenal oleh masyarakat yang telah
mencapai kebudayaan batu muda (
neolitikum),
perunggu dan
megalitikum. Pertanian mengubah bentuk-bentuk kepercayaan, dari pemujaan terhadap
dewa-dewa perburuan menjadi pemujaan terhadap dewa-dewa perlambang kesuburan dan ketersediaan
pangan. Pada 5300 tahun yang lalu di China,
kucing didomestikasi untuk menangkap hewan pengerat yang menjadi hama di ladang.
[4]
Teknik budidaya tanaman lalu meluas ke barat (
Eropa dan
Afrika Utara, pada saat itu
Sahara belum sepenuhnya menjadi
gurun) dan ke timur (hingga
Asia Timur dan
Asia Tenggara). Bukti-bukti di
Tiongkok menunjukkan adanya budidaya
jewawut (
millet) dan
padi sejak 6000 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Asia Tenggara telah mengenal budidaya padi
sawah paling tidak pada saat 3000 tahun SM dan
Jepang serta
Korea
sejak 1000 tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua Amerika
mengembangkan tanaman dan hewan budidaya yang sejak awal sama sekali
berbeda.
Hewan ternak yang pertama kali di
domestikasi adalah
kambing/
domba (7000 tahun SM) serta
babi (6000 tahun SM), bersama-sama dengan domestikasi
kucing.
Sapi,
kuda,
kerbau,
yak mulai dikembangkan antara 6000 hingga 3000 tahun SM. Unggas mulai dibudidayakan lebih kemudian.
Ulat sutera
diketahui telah diternakkan 2000 tahun SM. Budidaya ikan air tawar baru
dikenal semenjak 2000 tahun yang lalu di daerah Tiongkok dan Jepang.
Budidaya ikan laut bahkan baru dikenal manusia pada abad ke-20 ini.
Budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan juga dikenal manusia telah
lama. Masyarakat Mesir Kuno (4000 tahun SM) dan Yunani Kuna (3000 tahun
SM) telah mengenal baik budidaya
anggur dan
zaitun.
Tanaman serat didomestikasikan di saat yang kurang lebih bersamaan dengan domestikasi tanaman pangan. China mendomestikasikan
ganja sebagai penghasil serat untuk membuat papan, tekstil, dan sebagainya;
kapas didomestikasikan di dua tempat yang berbeda yaitu Afrika dan Amerika Selatan; di Timur Tengah dibudidayakan
flax.
[5] Penggunaan nutrisi untuk mengkondisikan tanah seperti
pupuk kandang,
kompos, dan
abu telah dikembangkan secara independen di berbagai tempat di dunia, termasuk
Mesopotamia,
Lembah Nil, dan
Asia Timur.
[6]
Pertanian kontemporer
Citra
inframerah pertanian di Minnesota. Tanaman sehat berwarna merah, genangan air berwarna hitam, dan lahan penuh pestisida berwarna coklat
Pertanian pada abad ke 20 dicirikan dengan peningkatan hasil, penggunaan
pupuk dan
pestisida sintetik,
pembiakan selektif,
mekanisasi,
pencemaran air, dan
subsidi pertanian. Pendukung
pertanian organik seperti
Sir Albert Howard
berpendapat bahwa di awal abad ke 20, penggunaan pestisida dan pupuk
sintetik yang berlebihan dan secara jangka panjang dapat merusak
kesuburan tanah. Pendapat ini drman selama puluhan tahun, hingga
kesadaran lingkungan meningkat di awal abad ke 21 menyebabkan gerakan
pertanian berkelanjutan meluas dan mulai dikembangkan oleh
petani, konsumen, dan pembuat
kebijakan.
Sejak tahun 1990an, terdapat perlawanan terhadap
efek lingkungan dari pertanian konvensional, terutama mengenai pencemaran air,
[7] menyebabkan tumbuhnya gerakan organik. Salah satu penggerak utama dari gerakan ini adalah sertifikasi
bahan pangan organik pertama di dunia, yang dilakukan oleh
Uni Eropa pada tahun 1991, dan mulai mereformasi
Kebijakan Pertanian Bersama Uni Eropa pada tahun 2005.
[8] Pertumbuhan pertanian organik telah memperbarui penelitian dalam teknologi alternatif seperti
manajemen hama terpadu dan
pembiakan selektif. Perkembangan teknologi terkini yang dipergunakan secara luas yaitu
bahan pangan termodifikasi secara genetik.
Di akhir tahun 2007, beberapa faktor mendorong peningkatan harga
biji-bijian yang dikonsumsi manusia dan hewan ternak, menyebabkan
peningkatan harga gandum (hingga 58%), kedelai (hingga 32%), dan jagung
(hingga 11%) dalam satu tahun. Kontribusi terbesar ada pada peningkatan
permintaan biji-bijian sebagai bahan pakan ternak di Cina dan India, dan
konversi biji-bijian bahan pangan menjadi produk
biofuel.
[9][10] Hal ini menyebabkan kerusuhan dan demonstrasi yang menuntut turunnya harga pangan.
[11][12][13] International Fund for Agricultural Development mengusulkan peningkatan
pertanian skala kecil dapat menjadi solusi untuk meningkatkan suplai bahan pangan dan juga
ketahanan pangan. Visi mereka didasarkan pada perkembangan
Vietnam
yang bergerak dari importir makanan ke eksportir makanan, dan mengalami
penurunan angka kemiskinan secara signifikan dikarenakan peningkatan
jumlah dan volume usaha kecil di bidang pertanian di negara mereka.
[14]
Sebuah epidemi yang disebabkan oleh fungi
Puccinia graminis pada tanaman gandum menyebar di Afrika hingga ke Asia.
[15][16][17] Diperkirakan 40% lahan pertanian terdegradasi secara serius.
[18]
Di Afrika, kecenderungan degradasi tanah yang terus berlanjut dapat
menyebabkan lahan tersebut hanya mampu memberi makan 25% populasinya.
[19]
Di tahun 2009, China merupakan produsen hasil pertanian terbesar di
dunia, diikuti oleh Uni Eropa, India, dan Amerika Serikat, berdasarkan
IMF.Pakar ekonomi mengukur
total faktor produktivitas pertanian dan menemukan bahwa Amerika Serikat saat ini 1.7 kali lebih produktif dibandingkan dengan tahun 1948.
[20]
Enam negara di dunia, yaitu Amerika Serikat, Kanada, Prancis,
Australia, Argentina, dan Thailand mensuplai 90% biji-bijian bahan
pangan yang diperdagangkan di dunia.
[21] Defisit air yang terjadi telah meningkatkan impor biji-bijian di berbagai negara berkembang,
[22] dan kemungkinan juga akan terjadi di negara yang lebih besar seperti China dan India.
[23]
Tenaga kerja
Di tahun 2011,
International Labour Organization
(ILO) menyatakan bahwa setidaknya terdapat 1 miliar lebih penduduk yang
bekerja di bidang sektor pertanian. Pertanian menyumbang setidaknya 70%
jumlah pekerja anak-anak, dan di berbagai negara sejumlah besar wanita
juga bekerja di sektor ini lebih banyak dibandingkan dengan sektor
lainnya.
[24]
Hanya sektor jasa yang mampu mengungguli jumlah pekerja pertanian,
yaitu pada tahun 2007. Antara tahun 1997 dan 2007, jumlah tenaga kerja
di bidang pertanian turun dan merupakan sebuah kecenderungan yang akan
berlanjut.
[25]
Jumlah pekerja yang dipekerjakan di bidang pertanian bervariasi di
berbagai negara, mulai dari 2% di negara maju seperti Amerika Serikat
dan Kanada, hingga 80% di berbagai negara di Afrika.
[26]
Di negara maju, angka ini secara signifikan lebih rendah dibandingkan
dengan abad sebelumnya. Di abad ke 16, antara 55 hingga 75 persen
penduduk Eropa bekerja di bidang pertanian. Di abad ke 19, angka ini
turun menjadi antara 35 hingga 65 persen.
[27] Angka ini sekarang turun menjadi kurang dari 10%.
[26]
Keamanan
Batang pelindung risiko tergulingnya traktor dipasang di belakang kursi pengemudi
Pertanian merupakan industri yang berbahaya. Petani di seluruh dunia
bekerja pada risiko tinggi terluka, penyakit paru-paru, hilangnya
pendengaran, penyakit kulit, juga kanker tertentu karena penggunaan
bahan kimia dan paparan cahaya matahari dalam jangka panjang. Pada
pertanian industri, luka secara berkala terjadi pada penggunaan
alat dan mesin pertanian, dan penyebab utama luka serius.
[28]
Pestisida dan bahan kimia lainnya juga membahayakan kesehatan. Pekerja
yang terpapar pestisida secara jangka panjang dapat menyebabkan
kerusakan fertilitas.
[29] Di negara industri dengan keluarga yang semuanya bekerja pada
lahan usaha tani yang dikembangkannya sendiri, seluruh keluarga tersebut berada pada risiko.
[30] Penyebab utama kecelakaan fatal pada pekerja pertanian yaitu tenggelam dan luka akibat permesinan.
[30]
ILO menyatakan bahwa pertanian sebagai salah satu sektor ekonomi yang membahayakan tenaga kerja.
[24]
Diperkirakan bahwa kematian pekerja di sektor ini setidaknya 170 ribu
jiwa per tahun. Berbagai kasus kematian, luka, dan sakit karena
aktivitas pertanian seringkali tidak dilaporkan sebagai kejadian akibat
aktivitas pertanian.
[31] ILO telah mengembangkan
Konvensi Kesehatan dan Keselamatan di bidang Pertanian, 2001,
yang mencakup risiko pada pekerjaan di bidang pertanian, pencegahan
risiko ini, dan peran dari individu dan organisasi terkait pertanian.
[24]
Sistem pembudidayaan tanaman
Budi daya padi di
Bihar, India
Sistem pertanaman dapat bervariasi pada setiap lahan usaha tani,
tergantung pada ketersediaan sumber daya dan pembatas; geografi dan
iklim;
kebijakan pemerintah; tekanan ekonomi, sosial, dan politik; dan filosofi dan budaya petani.
[32][33]
Pertanian berpindah (
tebang dan bakar) adalah sistem di mana hutan dibakar. Nutrisi yang tertinggal di tanah setelah pembakaran dapat mendukung pembudidayaan
tumbuhan semusim dan
menahun untuk beberapa tahun.
[34]
Lalu petak tersebut ditinggalkan agar hutan tumbuh kembali dan petani
berpindah ke petak hutan berikutnya yang akan dijadikan lahan pertanian.
Waktu tunggu akan semakin pendek ketika populasi petani meningkat,
sehingga membutuhkan input nutrisi dari
pupuk dan
kotoran hewan, dan
pengendalian hama.
Pembudidayaan semusim berkembang dari budaya ini. Petani tidak
berpindah, namun membutuhkan intensitas input pupuk dan pengendalian
hama yang lebih tinggi.
Industrialisasi membawa pertanian
monokultur di mana satu
kultivar dibudidayakan pada lahan yang sangat luas. Karena tingkat
keanekaragaman hayati
yang rendah, penggunaan nutrisi cenderung seragam dan hama dapat
terakumulasi pada halah tersebut, sehingga penggunaan pupuk dan
pestisida meningkat.
[33] Di sisi lain, sistem tanaman rotasi menumbuhkan tanaman berbeda secara berurutan dalam satu tahun.
Tumpang sari adalah ketika tanaman yang berbeda ditanam pada waktu yang sama dan lahan yang sama, yang disebut juga dengan
polikultur.
[34]
Di lingkungan subtropis dan gersang, preiode penanaman terbatas pada
keberadaan musim hujan sehingga tidak dimungkinkan menanam banyak
tanaman semusim bergiliran dalam setahun, atau dibutuhkan
irigasi. Di semua jenis lingkungan ini, tanaman menahun seperti
kopi dan
kakao dan praktek
wanatani dapat tumbuh. Di lingkungan beriklim sedang di mana
padang rumput dan
sabana banyak tumbuh, praktek budidaya tanaman semusim dan
penggembalaan hewan dominan.
[34]
Bentuk pembudidayaan tanaman di Indonesia
- Sawah, yaitu suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut[35].
- Tegalan, yaitu suatu daerah dengan lahan kering yang
bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau
tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan
tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang
tidak rata. Pada saat musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit
untuk ditubuhi tanaman pertanian[35].
- Pekarangan, yaitu suatu lahan yang berada di lingkungan dalam
rumah (biasanya dipagari dan masuk ke wilayah rumah) yang dimanfaatkan
untuk ditanami tanaman pertanian[35].
Sistem produksi hewan
Sistem produksi hewan ternak dapat didefinisikan berdasarkan sumber pakan yang digunakan, yang terdiri dari peternakan berbasis
penggembalaan, sistem kandang penuh, dan campuran.
[36]
Di tahun 2010, 30 persen lahan di dunia digunakan untuk memproduksi
hewan ternak dengan mempekerjakan lebih 1.3 miliar orang. Antara tahun
1960an sampai 2000an terjadi peningkatan produksi hewan ternak secara
signifikan, dihitung dari jumlah maupun massa
karkas, terutama pada produksi
daging sapi,
daging babi, dan
daging ayam. Produksi daging ayam pada periode tersebut meningkat hingga 10 kali lipat.
Hasil hewan non-daging seperti
susu sapi dan
telur ayam
juga menunjukan peningkatan yang signifikan. Populasi sapi, domba, dan
kambing diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2050.
[37]
Budi daya perikanan
adalah produksi ikan dan hewan air lainnya di dalam lingkungan yang
terkendali untuk konsumsi manusia. Sektor ini juga termasuk yang
mengalami peningkatan hasil rata-rata 9 persen per tahun antara tahun
1975 hingga tahun 2007.
[38]
Selama abad ke-20, produsen hewan ternak dan ikan menggunakan
pembiakan selektif untuk menciptakan
ras hewan dan
hibrida yang mampu meningkatkan hasil produksi, tanpa memperdulikan keinginan untuk mempertahankan
keanekaragaman genetika.
Kecenderungan ini memicu penurunan signifikan dalam keanekaragaman
genetika dan sumber daya pada ras hewan ternak, yang menyebabkan
berkurangnya resistansi hewan ternak terhadap penyakit. Adaptasi lokal
yang sebelumnya banyak terdapat pada hewan ternak ras setempat juga
mulai menghilang.
[39]
Produksi hewan ternak berbasis penggembalaan amat bergantung pada bentang alam seperti
padang rumput dan
sabana untuk memberi makan hewan
ruminansia.
Kotoran hewan menjadi input nutrisi utama bagi vegetasi tersebut, namun
input lain di luar kotoran hewan dapat diberikan tergantung kebutuhan.
Sistem ini penting di daerah di mana produksi tanaman pertanian tidak
memungkinkan karena kondisi iklim dan tanah.
[34]
Sistem campuran menggunakan lahan penggembalaan sekaligus pakan buatan
yang merupakan hasil pertanian yang diolah menjadi pakan ternak.
[36]
Sistem kandang memelihara hewan ternak di dalam kandang secara penuh
dengan input pakan yang harus diberikan setiap hari. Pengolahan kotoran
ternak dapat menjadi masalah
pencemaran udara karena dapat menumpuk dan melepaskan gas
metan dalam jumlah besar.
[36]
Negara industri menggunakan sistem kandang penuh untuk mensuplai
sebagian besar daging dan produk peternakan di dalam negerinya.
Diperkirakan 75% dari seluruh peningkatan produksi hewan ternak dari
tahun 2003 hingga 2030 akan bergantung pada sistem produksi
peternakan pabrik.
Sebagian besar pertumbuhan ini akan terjadi di negara yang saat ini
merupakan negara berkembang di Asia, dan sebagian kecil di Afrika.
[37] Beberapa praktek digunakan dalam produksi hewan ternak komersial seperti penggunaan
hormon pertumbuhan menjadi kontroversi di berbagai tempat di dunia.
[40]
Masalah lingkungan
Pertanian mampu menyebabkan masalah melalui
pestisida,
arus nutrisi, penggunaan air berlebih, hilangnya lingkungan alam, dan
masalah lainnya. Sebuah penilaian yang dilakukan pada tahun 2000 di
Inggris menyebutkan total
biaya eksternal untuk mengatasi permasalahan lingkungan terkait pertanian adalah 2343 juta Poundsterling, atau 208 Poundsterling per hektare.
[41]
Sedangkan di Amerika Serikat, biaya eksternal untuk produksi tanaman
pertaniannya mencapai 5 hingga 16 miliar US Dollar atau 30-96 US Dollar
per hektare, dan biaya eksternal produksi peternakan mencapai 714 juta
US Dollar.
[42]
Kedua studi fokus pada dampak fiskal, yang menghasilkan kesimpulan
bahwa begitu banyak hal yang harus dilakukan untuk memasukkan biaya
eksternal ke dalam usaha pertanian. Keduanya tidak memasukkan subsidi di
dalam analisisnya, namun memberikan catatan bahwa subsidi pertanian
juga membawa dampak bagi masyarakat.
[41][42] Di tahun 2010,
International Resource Panel dari
UNEP
mempublikasikan laporan penilaian dampak lingkungan dari konsumsi dan
produksi. Studi tersebut menemukan bahwa pertanian dan konsumsi bahan
pangan adalah dua hal yang memberikan tekanan pada lingkungan, terutama
degradasi
habitat,
perubahan iklim, penggunaan air, dan emisi zat beracun.
[43]
Masalah pada hewan ternak
PBB melaporkan bahwa "hewan ternak merupakan salah satu penyumbang utama masalah lingkungan".
[44]
70% lahan pertanian dunia digunakan untuk produksi hewan ternak, secara
langsung maupun tidak langsung, sebagai lahan penggembalaan maupun
lahan untuk memproduksi pakan ternak. Jumlah ini setara dengan 30% total
lahan di dunia. Hewan ternak juga merupakan salah satu penyumbang
gas rumah kaca berupa gas
metana dan
nitro oksida yang, meski jumlahnya sedikit, namun dampaknya setara dengan emisi total CO
2. Hal ini dikarenakan gas metana dan
nitro oksida merupakan gas rumah kaca yang lebih kuat dibandingkan CO
2. Peternakan juga didakwa sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya
deforestasi. 70% basin Amazon yang sebelumnya merupakan hutan kini menjadi lahan
penggembalaan hewan, dan sisanya menjadi lahan produksi pakan.
[45] Selain deforestasi dan
degradasi lahan, budi daya hewan ternak yang sebagian besar berkonsep ras tunggal juga menjadi pemicu hilangnya
keanekaragaman hayati.
Masalah penggunaan lahan dan air
Transformasi lahan menuju penggunaannya untuk menghasilkan barang dan
jasa adalah cara yang paling substansial bagi manusia dalam mengubah
ekosistem bumi, dan dikategrikan sebagai penggerak utama hilangnya
keanekaragaman hayati. Diperkirakan jumlah lahan yang diubah oleh
manusia antara 39%-50%.
[46] Degradasi lahan, penurunan fungsi dan produktivitas ekosistem jangka panjang, diperkirakan terjadi pada 24% lahan di dunia.
[47] Laporan FAO menyatakan bahwa
manajemen lahan sebagai penggerak utama degradasi dan 1.5 miliar orang bergantung pada lahan yang terdegradasi. Deforestasi,
desertifikasi,
erosi tanah, kehilangan kadar mineral, dan
salinisasi adalah contoh bentuk degradasi tanah.
[34]
Eutrofikasi adalah
peningkatan populasi alga dan tumbuhan air di ekosistem perairan akibat aliran nutrisi dari
lahan pertanian.
Hal ini mampu menyebabkan hilangnya kadar oksigen di air ketika jumlah
alga dan tumbuhan air yang mati dan membusuk di perairan bertambah dan
dekomposisi terjadi. Hal ini mampu menyebabkan
kebinasaan ikan, hilangnya
keanekaragaman hayati,
dan menjadikan air tidak bisa digunakan sebagai air minum dan kebutuhan
masyarakat dan industri. Penggunaan pupuk berlebihan di lahan pertanian
yang diikuti dengan
aliran air permukaan
mampu menyebabkan nutrisi di lahan pertanian terkikis dan mengalir
terbawa menuju ke perairan terdekat. Nutrisi inilah yang menyebabkan
eutrofikasi.
[48]
Pertanian memanfaatkan 70% air tawar yang diambil dari berbagai sumber di seluruh dunia.
[49] Pertanian memanfaatkan sebagian besar air di
akuifer, bahkan mengambilnya dari lapisan
air tanah dalam laju yang tidak dapat dikembalikan (
unsustainable).
Telah diketahui bahwa berbagai akuifer di berbagai tempat padat
penduduk di seluruh dunia, seperti China bagian utara, sekitar
Sungai Ganga,
dan wilayah barat Amerika Serikat, telah berkurang jauh, dan penelitian
mengenai ini sedang dilakukan di akuifer di Iran, Meksiko, dan Arab
Saudi.
[50]
Tekanan terhadap konservasi air terus terjadi dari sektor industri dan
kawasan urban yang terus mengambil air secara tidak lestari, sehingga
kompetisi penggunaan air bagi pertanian meningkat dan tantangan dalam
memproduksi bahan pangan juga demikian, terutama di kawasan yang langka
air.
[51]
Penggunaan air di pertanian juga dapat menjadi penyebab masalah
lingkungan, termasuk hilangnya rawa, penyebaran penyakit melalui air,
dan degradasi lahan seperti
salinisasi tanah ketika irigasi tidak dilakukan dengan baik.
[52]
Pestisida
Penggunaan pestisida telah meningkat sejak tahun 1950an, menjadi 2.5
juta ton per tahun di seluruh dunia. Namun tingkat kehilangan produksi
pertanian tetap terjadi dalam jumlah yang relatif konstan.
[53] WHO memperkirakan pada tahun 1992 bahwa 3 juta manusia keracunan pestisida setiap tahun dan menyebabkan kematian 200 ribu jiwa.
[54] Pestisida dapat menyebabkan
resistansi pestisida pada populasi hama sehingga pengembangan pestisida baru terus berlanjut.
[55]
Argumen alernatif dari masalah ini adalah pestisida merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan produksi pangan pada lahan yang terbatas,
sehingga dapat menumbuhkan lebih banyak tanaman pertanian pada lahan
yang lebih sempit dan memberikan ruang lebih banyak bagi alam liar
dengan mencegah perluasan lahan pertanian lebih ekstensif.
[56][57]
Namun berbagai kritik berkembang bahwa perluasan lahan yang
mengorbankan lingkungan karena peningkatan kebutuhan pangan tidak dapat
dihindari,
[58] dan pestisida hanya menggantikan praktek pertanian yang baik yang ada seperti
rotasi tanaman.
[55]
Rotasi tanaman mencegah penumpukan hama yang sama pada satu lahan
sehingga hama diharapkan menghilang setelah panen dan tidak datang
kembali karena tanaman yang ditanam tidak sama dengan yang sebelumnya.
Perubahan iklim
Pertanian adalah salah satu yang mempengaruhi perubahan iklim, dan perubahan iklim memiliki dampak bagi pertanian.
Perubahan iklim memiliki pengaruh bagi pertanian melalui perubahan temperatur, hujan (perubahan periode dan kuantitas), kadar
karbon dioksida di udara,
radiasi matahari, dan interaksi dari semua elemen tersebut.
[34] Kejadian ekstrim seperti kekeringan dan banjir diperkirakan meningkat akibat perubahan iklim.
[59]
Pertanian merupakan sektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim.
Suplai air akan menjadi hal yang kritis untuk menjaga produksi
pertanian dan menyediakan bahan pangan. Fluktuasi debit sungai akan
terus terjadi akibat perubahan iklim. Negara di sekitar
sungai Nil
sudah mengalami dampak fluktuasi debit sungai yang mempengaruhi hasil
pertanian musiman yang mampu mengurangi hasil pertanian hingga 50%.
[60]
Pendekatan yang bersifat mengubah diperlukan untuk mengelola sumber
daya alam di masa depan, seperti perubahan kebijakan, metode praktek,
dan alat untuk mempromosikan pertanian berbasis iklim dan lebih banyak
menggunakan informasi ilmiah dalam menganalisa risiko dan kerentanan
akibat perubahan iklim.
[61][62]
Pertanian dapat memitigasi sekaligus memperburuk
pemanasan global. Beberapa dari peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer bumi dikarenakan dekomposisi
materi organik
yang berada di tanah, dan sebagian besar gas metanan yang dilepaskan ke
atmosfer berasal dari aktivitas pertanian, termasuk dekomposisi pada
lahan basah pertanian seperti
sawah,
[63] dan aktivitas digesti hewan ternak. Tanah yang basah dan anaerobik mampu menyebabkan
denitrifikasi dan hilangnya nitrogen dari tanah, menyebabkan lepasnya gas
nitrat oksida dan
nitro oksida ke udara yang merupakan
gas rumah kaca.
[64]
Perubahan metode pengelolaan pertanian mampu mengurangi pelepasan gas
rumah kaca ini, dan tanah dapat difungsikan kembali sebagai fasilitas
sekuestrasi karbon.
[63]
Energi dan pertanian
Sejak tahun 1940, produktivitas pertanian meningkat secara signifikan
dikarenakan penggunaan energi yang intensif dari aktivitas
mekanisasi pertanian, pupuk, dan pestisida. Input energi ini sebagian besar berasal dari
bahan bakar fosil.
[65] Revolusi Hijau mengubah pertanian di seluruh dunia dengan peningkatan produksi biji-bijian secara signifikan,
[66] dan kini pertanian modern membutuhkan input
minyak bumi dan
gas alam
untuk sumber energi dan produksi pupuk. Telah terjadi kekhawatiran
bahwa kelangkaan energi fosil akan menyebabkan tingginya biaya produksi
pertanian sehingga mengurangi hasil pertanian dan kelangkaan pangan.
[67]
Rasio konsumsi energi pada pertanian dan sistem pangan (%)
pada tiga negara maju |
Negara |
Tahun |
Pertanian
(secara langsung & tidak langsung) |
Sistem
pangan |
Britania Raya[68] |
2005 |
1.9 |
11 |
Amerika Serikat[69] |
1996 |
2.1 |
10 |
Amerika Serikat[70] |
2002 |
2.0 |
14 |
Swedia[71] |
2000 |
2.5 |
13 |
Negara industri bergantung pada bahan bakar fosil secara dua hal,
yaitu secara langsung dikonsumsi sebagai sumber energi di pertanian, dan
secara tidak langsung sebagai input untuk manufaktur pupuk dan
pestisida. Konsumsi langsung dapat mencakup penggunaan pelumas dalam
perawatan permesinan, dan fluida penukar panas pada mesin pemanas dan
pendingin. Pertanian di Amerika Serikat mengkonsumsi sektar 1.2
eksajoule pada tahun 2002, yang merupakan 1% dari total energi yang
dikonsumsi di negara tersebut.
[67]
Konsumsi tidak langsung yaitu sebagai manufaktur pupuk dan pestisida
yang mengkonsumsi bahan bakar fosil setara 0.6 eksajoule pada tahun
2002.
[67]
Gas alam dan
batu bara yang dikonsumsi melalui produksi
pupuk nitrogen
besarnya setara dengan setengah kebutuhan energi di pertanian. China
mengkonsumsi batu bara untuk produksi pupuk nitrogennya, sedangkan
sebagian besar negara di Eropa menggunakan gas alam dan hanya sebagian
kecil batu bara. Berdasarkan laporan pada tahun 2010 yang dipublikasikan
oleh
The Royal Society,
ketergantungan pertanian terhadap bahan bakar fosil terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Bahan bakar yang digunakan di pertanian
dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor seperti jenis tanaman,
sistem produksi, dan lokasi.
[72]
Energi yang digunakan untuk produksi
alat dan mesin pertanian juga merupakan salah satu bentuk penggunaan energi di pertanian secara tidak pangsung.
Sistem pangan mencakup tidak hanya pada produksi pertanian, namun juga pemrosesan setelah hasil pertanian keluar dari
lahan usaha tani,
pengepakan, transportasi, pemasaran, konsumsi, dan pembuangan dan
pengolahan sampah makanan. Energi yang digunakan pada sistem pangan ini
lebih tinggi dibandingkan penggunaan energi pada produksi hasil
pertanian, dapat mencapai lima kali lipat.
[69][70]
Di tahun 2007, insentif yang lebih tinggi bagi petani penanam tanaman non-pangan penghasil
biofuel[73]
ditambah dengan faktor lain seperti pemanfaatan kembali lahan tidur
yang kurang subur, peningkatan biaya transportasi, perubahan iklim,
peningkatan jumlah konsumen, dan peningkatan penduduk dunia,
[74] menyebabkan
kerentanan pangan dan peningkatan harga pangan di berbagai tempat di dunia.
[75][76]
Pada Desember 2007, 37 negara di dunia menghadapi krisis pangan, dan 20
negara telah menghadapi peningkatan harga pangan di luar kendali, yang
dikenal dengan kasus
krisis harga pangan dunia 2007-2008. Kerusuhan akibat menuntut turunnya harga pangan terjadi di berbagai tempat hingga menyebabkan korban jiwa.
[11][12][13]
Mitigasi kelangkaan bahan bakar fosil
Prediksi
M. King Hubbert mengenai laju produksi minyak bumi dunia. Pertanian modern sangat bergantung pada energi fosil ini.
[77]
Pada kelangkaan bahan bakar fosil, pertanian organik akan lebih
diprioritaskan dibandingkan dengan pertanian konvensional yang
menggunakan begitu banyak input berbasis minyak bumi seperti pupuk dan
pestisida. Berbagai studi mengenai pertanian organik modern menunjukan
bahwa hasil pertanian organik sama besarnya dengan pertanian
konvensional.
[78] Kuba pasca
runtuhnya Uni Soviet
mengalami kelangkaan input pupuk dan pestisida kimia sehingga usaha
pertanian di negeri tersebut menggunakan praktek organik dan mampu
memberi makan populasi penduduknya.
[79] Namun pertanian organik akan membutuhkan lebih banyak
tenaga kerja dan jam kerja.
[80] Perpindahan dari praktek monokultur ke pertanian organik juga membutuhkan waktu, terutama pengkondisian tanah
[78] untuk membersihkan bahan kimia berbahaya yang tidak sesuai dengan standar
bahan pangan organik.
Komunitas pedesaan bisa memanfaatkan
biochar dan
synfuel
yang menggunakan limbah pertanian untuk diolah menjadi pupuk dan
energi, sehingga bisa mendapatkan bahan bakar dan bahan pangan
sekaligus, dibandingkan dengan persaingan
bahan pangan vs bahan bakar
yang masih terjadi hingga saat ini. Synfuel dapat digunakan di tempat;
prosesnya akan lebih efisien dan mampu menghasilkan bahan bakar yang
cukup untuk seluruh aktivitas pertanian organik.
[81][82]
Ketika
bahan pangan termodifikasi genetik (GMO) masih dikritik karena benih yang dihasilkan bersifat steril sehingga tidak mampu direproduksi oleh petani
[83][84]
dan hasilnya dianggap berbahaya bagi manusia, telah diusulkan agar
tanaman jenis ini dikembangkan lebih lanjut dan digunakan sebagai
penghasil bahan bakar, karena tanaman ini mampu dimodifikasi untuk
menghasilkan lebih banyak dengan input energi yang lebih sedikit.
[85] Namun perusahaan utama penghasil GMO sendiri,
Monsanto, tidak mampu melaksanakan proses produksi
pertanian berkelanjutan
dengan tanaman GMO lebih dari satu tahun. Di saat yang bersamaan,
praktek pertanian dengan memanfaatkan ras tradisional menghasilkan lebih
banyak pada jenis tanaman yang sama dan dilakukan secara berkelanjutan.
[86]
Ekonomi pertanian
Ekonomi pertanian adalah aktivitas ekonomi yang terkait dengan produksi, distribusi, dan konsumsi produk dan jasa pertanian.
[87]
Mengkombinasikan produksi pertanian dengan teori umum mengenai
pemasaran dan bisnis adalah sebuah disiplin ilmu yang dimulai sejak
akhir abad ke 19, dan terus bertumbuh sepanjang abad ke-20.
[88] Meski studi mengenai pertanian terbilang baru, berbagai kecenderungan utama di bidang pertanian seperti sistem
bagi hasil pasca
Perang Saudara Amerika Serikat hingga sistem
feodal yang pernah terjadi di Eropa, telah secara signifikan mempengaruhi aktivitas ekonomi suatu negara dan juga dunia.
[89][90] Di berbagai tempat, harga pangan yang dipengaruhi oleh
pemrosesan pangan, distribusi, dan
pemasaran pertanian
telah tumbuh dan biaya harga pangan yang dipengaruhi oleh aktivitas
pertanian di atas lahan telah jauh berkurang efeknya. Hal ini terkait
dengan efisiensi yang begitu tinggi dalam bidang pertanian dan
dikombinasikan dengan peningkatan
nilai tambah melalui pemrosesan bahan pangan dan strategi pemasaran.
Konsentrasi pasar juga telah meningkat di sektor ini yang dapat meningkatkan efisiensi. Namun perubahan ini mampu mengakibatkan perpindahan
surplus ekonomi dari produsen (petani) ke konsumen, dan memiliki dampak yang negatif bagi komunitas pedesaan.
[91]
Kebijakan pemerintah suatu negara dapat mempengaruhi secara signifikan pasar produk pertanian, dalam bentuk pemberian
pajak,
subsidi,
tarif, dan
bea lainnya.
[92]
Sejak tahun 1960an, kombinasi pembatasan ekospor impor, kebijakan nilai
tukar, dan subsidi mempengaruhi pertanian di negara berkembang dan
negara maju. Di tahun 1980an, para petani di negara berkembang yang
tidak mendapatkan subsidi akan kalah bersaing dikarenakan kebijakan di
berbagai negara yang menyebabkan rendahnya harga bahan pangan. Di antara
tahun 1980an dan 2000an, beberapa negara di dunia membuat kesepakatan
untuk membatasi tarif, subsidi, dan batasan perdagangan lainnya yang
diberlakukan di dunia pertanian.
[93]
Namun pada tahun 2009, masih terdapat sejumlah distorsi kebijakan
pertanian yang mempengaruhi harga bahan pangan. Tiga komoditas yang
sangat terpengaruh adalah
gula,
susu, dan
beras, yang terutama karena pemberlakuan pajak.
Wijen merupakan biji-bijian penghasil minyak yang terkena pajak paling tinggi meski masih lebih rendah dibandingkan pajak
produk peternakan.
[94] Namun subsidi
kapas
masih terjadi di negara maju yang telah menyebabkan rendahnya harga di
tingkat dunia dan menekan petani kapas di negara berkembang yang tidak
disubsidi.
[95]
Komoditas mentah seperti jagung dan daging sapi umumnya diharga
berdasarkan kualitasnya, dan kualitas menentukan harga. Komoditas yang
dihasilkan di suatu wilayah dilaporkan dalam bentuk volume produksi atau
berat.
[96]